(Warning! all contents here are copied from one/several another websites with a few of my opinion are added)
Komunikasi
Menurut Wikipedia, “Komunikasi adalah "suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan,
dan menggunakan informasi agar terhubung denganlingkungan dan
orang lain". Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau
verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih
dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap
tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara
seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.”
Unsur – unsur Komunikasi
Analisis 5 unsur menurut Lasswell
(1960):
1.
Who? (siapa/sumber). Sumber/komunikator adalah pelaku utama/pihak yang
mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi,bisa
seorang individu,kelompok,organisasi,maupun suatu negara sebagai komunikator.
2.
Says What? (pesan). Apa yang akan disampaikan/dikomunikasikan kepada
penerima(komunikan),dari sumber(komunikator)atau isi informasi.Merupakan
seperangkat symbol verbal/non verbal yang mewakili
perasaan,nilai,gagasan/maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu
makna,symbol untuk menyampaikan makna,dan bentuk/organisasi pesan.
3.
In Which Channel? (saluran/media). Wahana/alat untuk menyampaikan pesan dari
komunikator(sumber) kepada komunikan(penerima) baik secara langsung(tatap
muka),maupun tidak langsung(melalui media cetak/elektronik dll).
4.
To Whom? (untuk siapa/penerima). Orang/kelompok/organisasi/suatu negara yang
menerima pesan dari sumber.Disebut
tujuan(destination)/pendengar(listener)/khalayak(audience)/komunikan/penafsir/penyandi
balik(decoder).
5.
With What Effect? (dampak/efek). Dampak/efek yang terjadi pada
komunikan(penerima) setelah menerima pesan dari sumber,seperti perubahan
sikap,bertambahnya pengetahuan, dll.
Bagaimana
Menyalurkan Ide Melalui Komunikasi
Dalam menyalurkan solusi dan ide melalui komunikasi harus
ada si pengirim berita (sender) maupun si penerima berita (receiver).
Solusi-solusi yang diberikan pun tidak diambil seenaknya saja, tetapi ada
penyaringan dan seleksi, manakah solusi yang terbaik yang akan diambil, dan
yang akan dilaksanakan oleh organisasi tersebut agar mencapai tujuan, serta
visi, misi suatu organisasi.
Akan tetapi dalam prakteknya proses komunikasi harus melalui
tahapan-tahapan yang kadang-kadang tidak begitu mudah. Adapun tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
IDE (gagasan)
Dimulai dari pemahaman oleh pengirim (sender)
2.
PERUMUSAN
Di bagian inilah, ide atau opini dibentuk
dalam kata – kata.
3.
PENYALURAN (transmitting)
Penyaluran ini adalah bisa lisan, tertulis,
mempergunakan symbol, atau isyarat dsb.
4.
TINDAKAN
5.
PENGERTIAN
Pada bagian ini, ide atau opini sender akan dipahami
dan dimengerti oleh si penerima (receiver).
6.
PENERIMAAN
Penerimaan ini diterima oleh
pendengar/penerima.
Hambatan –
Hambatan dalam Komunikasi
1.
Hambatan Teknis
Fasilitas maupun peralatan komunikasi
menjadi salah satu masalah. Dari sisi teknologi, ketidakpahaman ataupun
kekurangan teknologi akan menghambat berjalannyan komunikasi. Menuru Chruden
dan Sherman, dalam Personnel Management, 1976, jenis hambatan dan komunikasi :
a. Tidak adanya rencana dan prosedur
kerja yang jelas
b. Kurangnya informasi atau
penjelasan.
c. Kurangnya keterampilan membaca.
d. Pemilihan media (saluran) yang
kurang tepat.
2. Hambatan
Semantik
Gangguan
semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau ide secara
efektif. Definisi semantik sebagai studi atas pengertian, yang diungkapkan
lewat bahasa. Kata-kata membantu proses pertukaran timbal balik arti dan
pengertian (komunikan dan komunikator), tapi seringkali proses penafsirannya
keliru. Tidak adanya hubungan antara simbol dan dengan apa yang di simbolkannya
dapat mengakibatkan data yang dipakai ditafsirkan sangat berbeda dari apa yang
dimaksudkan sebenarnya. Untuk menghindari misi komunikasi yang seperti ini,
seorang komunikator harus memilih kata-kata yang tepat sesuai dengan
karakteristik komunikannya, dan melihai kemungkinan penafsirannya
terhadap kata-kata yang dipakai.
3.
Hambatan Manusiawi
Terjadi karena adanya faktor emosi dan prasangka pribadi,
presepsi, kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan panca
indera manusia,dll.
Menurut
Chruden dan Sherman:
a. Hambatan yang berasal dari perbedaan individual manusia yaitu
perbedaan umur, perbedaan presepsi,perbedaan keadaan emosi, perbedaan status,
keterampilan mendengarkan, penyaringan dan pencairan informasi.
b. Hambatan yang ditimbulkan oleh iklim psikologis dalam
organisasi yaitu Suasana iklim kerja dapat mempengaruhi sikap dan perilaku
staff dan efektifitas komunikasi organisasi.
Klasifikasi
Komunikasi Dalam Organisasi
I. Dari
segi sifatnya :
a. Komunikasi
lisan : komunikasi
yang langsung berbicara.
b. Komunikasi
tertulis : komunikasi yang
melalui tulisan.
c. Komunikasi
verbal : komunikasi
yang dibicarakan / diungkapkan.
d. Komunikasi
nonverbal : komunikasi yang tersirat.
II. Dari
segi arahnya :
a. Komunikasi
ke atas : komunikasi
dari bawahan ke atasan.
b. Komunikasi
ke bawah : komunikasi dari atasan ke
bawahan.
c.
Komunikasi horizontal : komunikasi ke sesama
manusia yang derajatnya / tingkatnya sama.
d. Komunikasi
satu arah : Komunikasi tanpa ada
timbal balik.
e. Komunikasi
dua arah : komunikasi dengan adanya
timbal bakik / saling berkomunikasi.
III. Dari
segi lawannya :
a. Komunikasi
satu lawan satu : berbicara dengan lawan bicara yang sama.
b. Komunikasi
satu lawan banyak(kelompok) : berbicara antara satu orang dengan satu
kelompok.
c. Komunikasi
lawan kelompok : berbicara antara satu kelompok dengan kelompok yang
lain.
IV. Dari
segi keresmiannya :
a. Komunikasi
formal : komunikasi
yang langsung resmi.
b. Komunikasi
informal : komunikasi yang tidak
resmi.
Faktor
Faktor Perubahan Organisasi
I.
Faktor Ekstern
Adalah penyebab perubahan yang berasal dari luar, atau sering
disebut lingkungan. Organisasi bersifat responsive terhadap perubahan yang
terjadi di lingkungannya. Oleh karena itu, jarang sekali suatu organisasi
melakukan perubahan besar tanpa adanya dorongan yang kuat dari lingkungannya.
Artinya, perubahan yang besar itu terjadi karena lingkungan menuntut seperti
itu. Beberapa penyebab perubahan organisasi yang termasuk faktor ekstern adalah
perkembangan teknologi, faktor ekonomi dan peraturan pemerintah.
Perkembangan dan kemajuan teknologi juga merupakan penyebab
penting dilakukannya perubahan. Penggantian perlengkapan lama dengan
perlengkapan baru yang lebih modern menyebabkan perubahan dalam berbagai hal,
misalnya: prosedur kerja, kualitas dan kuantitas tenaga kerja, jenis bahan
baku, jenis output yang dihasilkan, system penggajian yang diberlakukan yang
memungkinkan jumlah bagian-bagian yang ada dikurangi atau hubungan pola kerja
diubah karena adanya perlengkapan baru.
II.
Faktor Intern
Adalah penyebab perubahan yang berasal dari dalam organisasi
yang bersangkutan, yang dapat berasal dari berbagai sumber antara lain:
- Problem
hubungan antar anggota,
- Problem
dalam proses kerja sama,
- Problem
keuangan.
Hubungan antar anggota yang kurang harmonis merupakan salah satu
problem yang lazim terjadi. Dibedakan menjadi dua, yaitu: problem yang
menyangkut hubungan atasan bawahan (hubungan yang bersifat vertikal), dan
problem yang menyangkut hubungan sesama anggota yang kedudukannya setingkat
(hubungan yang bersifat horizontal). Problem atasan bawahan yang sering timbul
adalah problem yang menyangkut pengambilan keputusan dan komunikasi. Keputusan
pimpinan yang berkenaan dengan system pengupahan, misalnya dianggap tidak adil
atau tidak wajar oleh bawahan, atau putusan tentang pemberlakuan jam kerja yang
dianggap terlalu lama, dsb. Hal ini akan menimbulkan tingkah laku anggota yang
kurang menguntungkan organisasi, misalnya anggota sering terlambat. Komunikasi
atasan bawahan juga sering menimbulkan problem. Keputusannya sendiri mungkin
baik tetapi karena terjadi salah informasi, bawahan menolak keputusan pimpinan.
Dalam hal seperti ini perubahan yang dilakukan akan menyangkut system saluran
komunikasi yang digunakan.
Problem yang sering timbul berkaitan dengan hubungan sesame
anggota organisasi pada umumnya menyangkut masalah komunikasi dan kepentingan
masing-masing anggota.
Proses kerja sama yang berlangsung dalam organisasi juga kadang-kadang
merupakan penyebab dilakukannya perubahan. Problem yang timbul dapat menyangkut
masalah system kerjasamanya dan dapat pula menyangkut perlengkapan atau
peralatan yang digunakan. Sistem kerja sama yang terlalu birokratis atau
sebaliknya dapat menyebabkan suatu organisasi menjadi tidak efisien. System
birokrasi (kaku) menyebabkan hubungan antar anggota menjadi impersonal yang
mengakibatkan rendahnya semangat kerja dan pada gilirannya produktivitas
menurun, demikian sebaliknya. Perubahan yang harus dilakukan akan menyangkut
struktur organisasi yang digunakan.
Perlengkapan yang digunakan dalam mengolah input menjadi output
juga dapat merupakan penyebab dilakukannya perubahan. Tujuan penggunaan
berbagai perlengkapan dan peralatan dalam proses kerjasama ialah agar diperoleh
hasil secara efisien.
Proses
Perubahan
1.
Mengadakan Pengkajian : Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap organisasi apapun
tidak dapat menghindarkan diri dari pengaruh daripada berbagai perubahan yang
terjadi di luar organisasi. Perubahan yang terjadi di luar organisasi itu
mencakup berbagai bidang, antara lain politik, ekonomi, teknologi, hukum,
sosial budaya dan sebagainya. Perubahan tersebut mempunyai dampak terhadap
organisasi, baik dampak yang bersifat negatif maupun positif. Dampak bersifat
negatif apabila perubahan itu menjadi hambatan bagi kelancaran, perkembangan
dan kemajuan organisasi. Dampak bersifat positif apabila perubahan itu dapat
memperlancar kegiatan, perkembangan dan kemajuan organisasi atau dalam bentuk
kesempatan-kesempatan baru yang tidak tersedia sebelumnya.
2.
Mengadakan Identifikasi : Yang perlu diidentifikasi adalah dampak perubahan
perubahan yang terjadi dalam organisasi. Setiap faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan organisasi harus diteliti secara cermat sehingga jelas
permasalahannya dan dapat dipecahkan dengan tepat.
3.
Menetapkan Perubahan : Sebelum langkah-langkah perubahan diambil, pimpinan
organisasi harus yakin terlebih dahulu bahwa perubahan memang harus dilakukan,
baik dalam rangka meningkatkan kemampuan organisasi maupun dalam rangka
mempertahankan eksistensi serta pengembangan dan pertumbuhan organisasi
selanjutnya.
4.
Menentukan Strategi : Apabila pimpinan organisasi yakin bahwa perubahan
benar-benar harus dilakukan maka pemimpin organisasi haru segera menyusun
strategi untuk mewujudkannya.
5.
Melakukan Evaluasi
: Untuk mengetahui apakah hasil dari perubahan itu bersifat positif atau
negatif, perlu dilakukan penilaian. Apabila hasil perubahan sesuai dengan
harapan berarti berpengaruh postif terhadap organisasi, dan apabila sebaliknya
berarti negatif.
Ciri –
ciri Pengembangan Organisasi
1. Merupakan
strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional, yang memiliki
sasaran jelas berdasarkan diagnosa yang tepat dan akurat tentang permasalahan
yang dihadapi oleh suatu organisasi.
2. Merupakan kolaborasi antara berbagai pihak
yang akan terkena dampak perubahan yang akan terjadi terhadap suatu organisasi.
3. Menekankan cara-cara baru yang diperlukan
untuk meningkatkan kinerja seluruh organisasi dan semua satuan kerja dalam
organisasi.
4. Mengandung
nilai humanistik dimana pengembangan potensi manusia menjadi bagian terpenting.
5. Menggunakan
pendekatan komitmen sehingga selalu memperhitungkan pentingnya interaksi,
interaksi dan interdependensi antara organisasi sau dengan organisasi yang
lainnya.
6. Berbagai
satuan kerja sebagai bagian integral di suasana yang utuh.
7. Menggunakan
pendekatan ilmiah dalam upaya meningkatkan efektivitas organisasi.
Metode
Pengembangan Organisasi
I.
Metode Pengembangan Perilaku :
1.
Jaringan Manajerial (Managerial Grid)
Jaringan
manajerial atau kisi manajerial (managerial grid), disebut juga latihan
jaringan (grid training), adalah suatu metode pengembangan organisasi yang di
dasarkan jaringan manajerial. Teori ini di pelopori oleh Robert Blake dan Jane
Mouton. Dalam metode ini dikenal dua dimensi dua prilaku pimpinan, yaitu
prilaku pimpinan yang memusatkan perhatian pada produksi, dan prilaku pimpinan
yang memusatkan prilakunya pada orang. Dari segi intensitasnya, seorang
pimpinan mungkin dapat menerapkan sekaligus dua prilaku tersebut dalam
intensitas yang sama atau berbeda.
2.
Latihan Kepekaan
Latihan
kepekaan (sensitifity training) merupakan latihan dengan kelompok. Oleh karena
itu metode ini di namakan pula metode T-groupe (T= Training). Dalam metode ini
yang di maksud dengan kepekaan adalah kepekaan terhadap diri sendiri dan
terhadap hubungan diri sendiri dengan orang lain. Metode ini berlandaskan pada
anggapan bahwa kesulitan untuk berprestasi di sebabkan oleh adanya persoalan
emosional dari kelompok orang-orang yang harus mencapai tujuan. Metode ini
beranggapan bahwa apabila persoalan emosional itu dapat di atas maka dengan
sendirinya kesulitan untuk beradaptasi dapat di hilangkan.
Oleh
karena itu tujuan dari pada latiahan kepekaan adalah mempertajam daya peka,
perasaan(emosi), dan kecepatan reaksi dalam menghadapi beberapa persoalan.
Dalam latihan ini anggota kelompok di beri movasiuntuk belajar mengenai diri
sendiri dalam menghadapi orang lain, kebutuhan dan sikap mereka sendiri. Sikap
ini dapat terungkap melalui dua jalur, yaitu melalui mereka sendiri terhadap
orang lain, dan melalui prilaku orang lain terhadap diri mereka sendiri.
3.
Pembentukan Tim
Pembentukan
Tim (Team Feedback) adalah suatu metode yang berusaha mengumpulkan data-data
dari para anggota organisasi. Data itu meliputi data-data yang berhubungan
dengan tingkah laku,sikap,serta berbagai perasaan lain yang ada pada diri
setiap anggota organisasi. Data-data yang telah dikumpulkan kemudian di susun
dan di kembangan kepada para anggota organisasi yang telah di survai untuk
didiskusikan. Dari hasil diskusi akan di perpleh umpan balik(feedback) dari
para anggota organisasi yang telah di survey, apakah perlu di adakan perubahan
atau tidak.
4.
Umpan Balik Survei
II.
Metode Pengembangan Ketrampilan dan Sikap :
1.
On The Job Training
Latihan
ditempat kerja (on the job training ) ialah latian kerja ditempat kerja yang
sebenarnya. Latian ini melatih anggota organisasi untuk menjalankan pekerjaan –
pekerjaan dengan lebih efisien. Didalam latian ini instruksi- instruksi
diberikan langsung kepada anggota organisasi ditempat kerjannya, baik yang
bersifat kerja sama maupun yang bersifat perseorangan. Dengan latian ini
diharapkan para anggota organisasi lebih mampu menjalankan dan lebih menguasai
pekerjaannya.
Ada
beberapa keuntungan yang diperoleh dalam latihan ditempat kerja ini,
antara lain; 1) Sangat ekonomis Karen para peserta tetap
produktif selama mereka mengikuti dan manjalankan latiahan .
2) Presentasi
anggota organisasi tidak akan berkurang atau hilang. Hal ini sangat berbeda apabila
dibanding dengan latihan yang diadakan diluar tempat kerja. Latihan yang
diluar tempat kerja kan melibatkan sebagian presentasi hilang apabila
peserta latian kembali ke tempat kerjanya masing-masing.
2.
Job Instruction Training
Adalah
dengan memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan secara langsung pada pekerjaan
dan terutama digunakan untuk melatih para karyawan tentang cara-cara
pelaksanaan pekerjaan sekarang. Pada metode ini didaftarkan semua
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pekerjaan sesuai dengan urutannya.
3.
Of The Job Training
Metode
off the job adalah pelatihan yang menggunakan situasi di luar pekerjaan.
Dipergunakan apabila banyak pekerja yang harus dilatih dengan cepat seperti
halnya dalam penguasaan pekerjaan, di samping itu juga apabila pelatihan dalam
pekerjaan tidak dapat dlakukan karena sangat mahal.
4.
Vestibule Training
Merupakan
pelatihan yang dilakukan dalam suatu ruangan khusus yang terpisah dari tempat
kerja biasa dan disediakan jenis pelaralatan yang sama seprti yang akan
digunakan pada pekerjaan sebenarnya. Latihan ini berguna sebagai pendahuluan
dari latihan kerja.
Pengertian
Kepemimpinan
Menurut
wikipedia, Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh
pemimpin kepada pengikutnya dalam
upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari
kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti
pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan
ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan
pengajaran/instruksi.
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang
efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya,
kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi,
dan intensitas.[3] Dan
memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon,
Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita
harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah
mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Tipe –
Tipe Kepemimpinan
Dikutip
dari belajarpsikologi.com, ada 8 tipe kepemimpinan :
1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe
kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang
luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang
sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan
kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan
kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang
Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan
berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik
memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
2.
Tipe Kepemimpinan
Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih
diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai
berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum
dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu
melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir
tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk
mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu
bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik
tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah
dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau
terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih
lebihan.
3.
Tipe Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat
mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe
kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem
perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang
bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi
formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan,
(4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak
menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6)
komunikasi hanya berlangsung searah.
4.
Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative,
Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki
ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak
yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal,
(3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu
ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail
tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik
terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya
sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan
prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan
bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
5.
Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe
kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya
dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi
sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab
harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai
simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol
anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan
suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh
dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu
organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
6.
Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan
populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak
mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan
jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.
7. Tipe
Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan
tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas
administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat
dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi
dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan
birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini
diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan
sosial ditengah masyarakat.
8.
Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan
demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien
kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan,
dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan
kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada
pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga
kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi
setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui
keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan
kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang
tepat.
Teori –
Teori Kepemimpinan
1. Teori orang-orang terkemuka
Bernard, Bingham, Tead dan Kilbourne menerangkan kepemimpinan
berkenaan dengan sifat-sifat dasar kepribadian dan karakter.
2. Teori lingkungan
Mumtord, menyatakan bahwa pemimpin muncul oleh kemampuan dan
keterampilan yang memungkinkan dia memecahkan masalah sosial dalam keadaan
tertekan, perubahan dan adaptasi. Sedangkan Murphy, menyatakan kepemimpinan
tidak terletak dalam dari individu melainkan merupakan fungsi dari suatu
peristiwa.
3. Teori personal situasional
Case (1933) menyatakan bahwa kepemimpinan dihasilkan dari
rangkaian tiga faktor, yaitu sifat kepribadian pemimpin, sifat dasar kelompok
dan anggotanya serta peristiwa yang diharapkan kepada kelompok.
4. Teori interaksi harapan
Homan (1950) menyatakan semakin tinggi kedudukan individu dalam
kelompok maka aktivitasnya semakin meluas dan semakin banyak anggota kelompok
yang berhasil diajak berinteraksi.
5. Teori humanistik
Likert (1961) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses yang
saling berhubungan dimana seseorang pemimpin harus memperhitungkan
harapan-harapan, nilai-nilai dan keterampilan individual dari mereka yang
terlibat dalam interaksi yang berlangsung.
6. Teori pertukaran
Blau (1964) menyatakan pengangkatan seseorang anggota untuk
menempati status yang cukup tinggi merupakan manfaat yang besar bagi dirinya.
Pemimpin cenderung akan kehilangan kekuasaaanya bila para anggota tidak lagi
sepenuh hati melaksanakan segala kewajibannya.
0 komentar:
Posting Komentar