TEMPO Interaktif, Jakarta - PT
Krakatau Steel Tbk membenarkan kabar bahwa ada wartawan yang meminta jatah
saham perdana perusahaan. "Pernah wartawan telepon dan bertanya apakah
saya bisa membantu mendapatkan saham," kata Sekretaris Perusahaan Krakatau
Steel Wawan Hermawan kemarin.
Namun, kepada si penelepon, Wawan menjawab bahwa
manajemen Krakatau Steel tidak berwenang membagi-bagikan saham. Dia lalu
meminta wartawan itu menghubungi penjamin emisi.
Sayangnya, Wawan lupa nama wartawan itu. "Tapi saya tidak merasa diancam atau diperas. Entah kalau pihak lain yang diperas," kata dia. Dewan Pers mengatakan sudah mengantongi nama 30 wartawan yang diduga meminta jatah saham perdana Krakatau Steel. Menurut anggota Dewan Pers, Wina Armada, para wartawan itu dipimpin empat wartawan media massa besar.
Meski demikian, kata Wina, Dewan Pers belum mengambil sikap secara formal lantaran belum ada data-data pendukung. "Kami berharap ada laporan resmi dan tertulis," katanya.
Aliansi Jurnalis Independen Jakarta mendesak agar dugaan adanya sekelompok wartawan yang meminta jatah saham perdana Krakatau Steel diusut tuntas. "Jika terbukti, jurnalis pelakunya harus mendapat sanksi tegas karena mencemarkan kredibilitas jurnalis Indonesia," tutur Wahyu Dyatmika, Ketua AJI Jakarta. Wahyu menuturkan, dugaan ini berawal dari laporan sejumlah pihak yang terlibat dalam proses penawaran saham Krakatau. Mereka menuduh wartawan media terkemuka berusaha memperoleh jatah saham tanpa melalui prosedur pasar modal. Para wartawan ini meminta jatah saham sebanyak 1.500 lot (750 ribu lembar) senilai Rp 637,5 juta. Permintaan itu dibarengi tekanan melalui pemberitaan negatif. Selain saham, mereka dilaporkan meminta uang tunai. Harga saham perdana produsen baja itu memang menjadi polemik karena sebagian analis dan pengamat ekonomi berpendapat harga Rp 850 per lembar terlalu murah. Pada perdagangan debutnya 10 November lalu, harga saham Krakatau melonjak 49,6 persen menjadi Rp 1.270 per lembar. Sumber Tempo di pemerintah menyebutkan, berdasarkan pengalamannya, penawaran pemberian saham dan uang berkaitan dengan pelaksanaan penawaran perdana saham publik maupun rights issue kepada wartawan sudah biasa. Walaupun demikian, tidak semua menerimanya. "Ini bukan wartawan saja, tapi asisten redaksi sampai pemimpin redaksi pasti ditawarin," kata dia.
Sayangnya, Wawan lupa nama wartawan itu. "Tapi saya tidak merasa diancam atau diperas. Entah kalau pihak lain yang diperas," kata dia. Dewan Pers mengatakan sudah mengantongi nama 30 wartawan yang diduga meminta jatah saham perdana Krakatau Steel. Menurut anggota Dewan Pers, Wina Armada, para wartawan itu dipimpin empat wartawan media massa besar.
Meski demikian, kata Wina, Dewan Pers belum mengambil sikap secara formal lantaran belum ada data-data pendukung. "Kami berharap ada laporan resmi dan tertulis," katanya.
Aliansi Jurnalis Independen Jakarta mendesak agar dugaan adanya sekelompok wartawan yang meminta jatah saham perdana Krakatau Steel diusut tuntas. "Jika terbukti, jurnalis pelakunya harus mendapat sanksi tegas karena mencemarkan kredibilitas jurnalis Indonesia," tutur Wahyu Dyatmika, Ketua AJI Jakarta. Wahyu menuturkan, dugaan ini berawal dari laporan sejumlah pihak yang terlibat dalam proses penawaran saham Krakatau. Mereka menuduh wartawan media terkemuka berusaha memperoleh jatah saham tanpa melalui prosedur pasar modal. Para wartawan ini meminta jatah saham sebanyak 1.500 lot (750 ribu lembar) senilai Rp 637,5 juta. Permintaan itu dibarengi tekanan melalui pemberitaan negatif. Selain saham, mereka dilaporkan meminta uang tunai. Harga saham perdana produsen baja itu memang menjadi polemik karena sebagian analis dan pengamat ekonomi berpendapat harga Rp 850 per lembar terlalu murah. Pada perdagangan debutnya 10 November lalu, harga saham Krakatau melonjak 49,6 persen menjadi Rp 1.270 per lembar. Sumber Tempo di pemerintah menyebutkan, berdasarkan pengalamannya, penawaran pemberian saham dan uang berkaitan dengan pelaksanaan penawaran perdana saham publik maupun rights issue kepada wartawan sudah biasa. Walaupun demikian, tidak semua menerimanya. "Ini bukan wartawan saja, tapi asisten redaksi sampai pemimpin redaksi pasti ditawarin," kata dia.
Sumber : https://m.tempo.co/read/news/2010/11/19/173292765/krakatau-steel-akui-ada-wartawan-minta-saham
Menurut saya, menjadi
wartawan yang memiliki banyak informasi penting dan rahasia serta mampu
menyebarkan berita ataupun informasi ke masyarakat luas memang menjadi
tantangan tersendiri. Kemampuan tersebut dapat sangat bermanfaat dan memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat, namun juga dapat menjadi kemampuan yang
dapat disalahgunakan oleh para oknum – oknum tertentu.
Seperti
dalam berita ini, yang memberitakan bahawa ada sekelompok wartawan yang diduga
melakukan pemerasan kepada sebuah perusahaan untuk mendapatkan saham. Untuk mencapai
keinginan tersebut mereka melakukan tekanan dengan menggunakan
kemampuan/keahlian mereka. Jika keinginan mereka tidak terpenuhi, mereka akan
menyebarkan berita negatif tentang perusahaan tersebut.
Hal
ini tentu melanggar kode etik jurnalistik dimana wartawan dilarang untuk memanfaatkan
posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi. Wartawan/Jurnalis
juga harus menghindari fitnah dan pencemaran nama baik. Hal – hal seperti ini
tentu membuat sebuah persepsi negatif dan buruk terhadap profesi wartawan. Karena
wartawan dituntut untuk selalu profesional dalam pekerjaan mereka. Namun,
dibalik itu semua masih ada banyak wartawan yang memegang teguh prinsip-prinsip
kode etik jurnalistik. Oleh karena itu kita jangan sampai menganggap bahwa
profesi wartawan itu merupakan profesi yang selalu merugikan masyarakat.
-Artikel
ini dibuat untuk memenuhi tugas softskill dengan mata kuliah Etika
& Profesionalisme TSI # di Universitas Gunadarma.-
0 komentar:
Posting Komentar